BREAKING NEWS


 

DARI LELAH PARA PETANI KELAPA, SAATNYA HALMAHERA SELATAN MENGUSULKAN KELAPA MENJADI PROYEK STRATEGIS NASIONAL


Oleh: Riswan Wadi - Ditulis dari Mandioli Selatan, Untuk Indonesia

Ada saat-saat tertentu di mana sebuah pemandangan sederhana mampu menggugah nurani lebih dalam dari pada seribu pidato. Di Mandioli Selatan, pemandangan itu hadir setiap hari: para petani kelapa yang bekerja melampaui batas tubuhnya, namun kehidupan mereka masih jauh dari kata layak.

Saya tidak menulis ini dari balik meja, tetapi dari pengalaman menyaksikan sendiri bagaimana kehidupan masyarakat menggantungkan harapan pada pohon kelapa, pohon yang tumbuh tegak, tetapi belum mampu menegakkan kesejahteraan rakyatnya.

SAYA MELIHAT SENDIRI

Saya melihat bagaimana para petani membersihkan kebun kelapa mereka sebelum matahari merah menyala di ufuk timur. Rumput-rumput tinggi mereka tebas tanpa keluhan, seakan lelah adalah bagian dari takdir yang harus diterima.

Lalu seorang di antara mereka memanjat pohon kelapa yang tinggi menjulang.

Tanpa alat pengaman.

Tanpa teknologi.

Hanya dengan kekuatan kaki dan keyakinan bahwa hidup memang harus diperjuangkan dengan cara seperti itu.

Saya menyaksikan tangan-tangan mereka yang kapalan, kaki mereka yang tak gentar menghadapi kulit pohon yang kasar. Kelapa-kelapa itu dikumpulkan satu per satu, lalu diangkut menuju para-para, tempat pengasapan tradisional yang diwariskan dari nenek moyang untuk menghasilkan kopra.

Di bawah asap tebal, mereka bekerja tanpa jeda. Hari ini. Besok. Lusa. Tanpa pernah ada kepastian apakah harga kopra akan menghargai jerih payah mereka.

Dan di sinilah luka itu terasa: kerja keras yang begitu ekstrem tidak menghasilkan kesejahteraan yang sepadan.

KELAPA: KEKAYAAN YANG MENUNGGU KEBERANIAN KEBIJAKAN 

Kelapa adalah anugerah besar. Indonesia termasuk penghasil kelapa terbesar di dunia, namun nilai tambahnya masih tertinggal jauh. Kelapa seharusnya bukan lagi komoditas pinggiran. Kelapa bisa menjadi industri masa depan yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat desa.

Ironisnya, kita sering menyaksikan bagaimana perhatian pemerintah pusat maupun daerah justru lebih mudah tertarik pada sektor yang cepat menghasilkan, meski jejaknya sering meninggalkan kerusakan. Sektor tambang, misalnya, hadir dengan janji investasi besar, namun terlalu sering meninggalkan tanah bolong, air keruh, dan kampung yang kehilangan keteduhan.

Sementara kelapa yang tumbuh tanpa merusak, tanpa ribut, dan tanpa polusi dibiarkan berjalan sendiri tanpa keberpihakan kebijakan.

Padahal hikmahnya jelas: yang merusak dipertahankan, yang menyejahterakan diabaikan.

Potensi kelapa tidak akan bangkit tanpa keberanian politik untuk menempatkannya pada posisi yang layak.

PANGGILAN TERBUKA UNTUK BUPATI HALMAHERA SELATAN, BAPAK  HASAN  ALI  BASAM KASUBA

Saya menulis ini bukan untuk mengeluh, tetapi untuk mengingatkan:

di tangan seorang pemimpin, arah nasib rakyat bisa berubah.

Halsel tidak kekurangan tanah subur.

Tidak kekurangan petani pekerja keras.

Tidak kekurangan pohon kelapa.

Yang kurang hanyalah keberanian kebijakan untuk menjadikan kelapa sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

BUPATI BAPAK HASAN  ALI BASAM KASUBA MEMEGANG KUNCI PENTING ITU

Jika Bupati mengusulkan secara resmi kepada pemerintah pusat dengan data, dengan komitmen, dengan suara yang berpihak maka momentum besar dapat dimulai:

Pembangunan industri hilir, bukan hanya kopra apa adanya.

Nilai tambah tinggi, bukan sekadar jual bahan mentah.

Harga stabil, bukan harga yang mempermainkan nasib rakyat kecil.

Lapangan kerja baru, bukan hanya menyaksikan alat berat masuk ke hutan.

Ekonomi desa yang berdaulat, bukan bergantung pada tengkulak maupun investasi yang meninggalkan luka ekologis.

Bayangkan jika Halsel memiliki pabrik minyak kelapa, industri sabut, arang tempurung, hingga produk turunan bernilai ekspor. Bayangkan jika nilai ekonomi kelapa tidak lagi berhenti di para-para, tetapi naik kelas menjadi industri yang melahirkan kesejahteraan.

Semua itu mungkin.

Tapi harus dimulai dengan keberanian mengangkat kelapa sebagai PSN.

DARI MANDIOLI SELATAN, SUARA KECIL YANG INGIN DIDENGAR NEGARA

Saya menulis dari tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kekuasaan, tetapi sangat dekat dengan denyut sesungguhnya kehidupan rakyat. Di sini, kelapa bukan sekadar komoditas ia adalah simbol harapan yang belum dibangunkan.

Petani kelapa tidak meminta banyak.

Mereka hanya ingin keadilan untuk keringat yang mereka teteskan.

Mereka hanya ingin negara hadir melalui kebijakan yang berpihak.

Jika kelapa diangkat sebagai PSN, maka lelah yang mereka pikul selama ini dapat berubah menjadi kesejahteraan yang bermartabat.

Karena itu, harapan kami tertuju pada Bupati Hasan Ali Basam Kasuba:

Inilah saatnya memperjuangkan kelapa.

Bukan hanya sebagai komoditas daerah, tetapi sebagai agenda nasional.

Bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk generasi yang akan mewarisi tanah ini.

PENUTUP: HIKMAH DARI KEBUN KELAPA

Dari kebun kelapa, saya belajar bahwa setiap buah yang jatuh adalah bukti kerja keras yang tidak boleh sia-sia.

Dari para petani, saya belajar bahwa kesabaran pun ada batasnya dan bahwa keadilan tidak datang kalau tidak diperjuangkan.

Dari Mandioli Selatan, saya melihat bahwa masa depan selalu cerah jika ada pemimpin yang mau menatap rakyatnya lebih lama daripada menatap proposal-proposal tambang yang menggiurkan.

Kelapa telah memberi kita kehidupan.

Kini saatnya kita memperjuangkan kelapa Dan semoga suara kecil ini tidak tenggelam oleh suara mesin-mesin tambang yang meraung,

tetapi sampai ke telinga kekuasaan.

Agar kelak, ketika sejarah menoleh ke belakang, kita bisa berkata: “Dari Mandioli Selatan, perubahan itu pernah dimulai.”

Tim redaksi Mandiolinews 

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar