Praktisi Hukum Murka: Polsek Obi Diduga Lindungi Pemerkosa Anak, Hukum Dilanggar!
Halmahera Selatan – Praktisi hukum Bambang Joisangadji SH.mengecam keras dugaan penyelesaian damai yang dilakukan oleh Polsek Obi dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak. Tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran hukum serius dan bentuk pembiaran terhadap kejahatan berat.
Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar jalur peradilan, kecuali jika pelakunya adalah anak di bawah umur.
"Jika benar ada upaya damai, itu bukan hanya kelalaian, tapi pelanggaran hukum. Oknum anggota kepolisian yang terlibat harus diperiksa Propam karena telah menyalahgunakan kewenangan dan merusak integritas penegakan hukum," tegas praktisi hukum Bambang Joisangadji.
Lebih lanjut, Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, bila dikaitkan dengan Pasal 6 Ayat (1) jo Pasal 7 UU TPKS, menegaskan bahwa persetubuhan terhadap anak atau pelecehan seksual fisik terhadap anak adalah delik biasa, bukan delik aduan. Artinya, aparat penegak hukum berkewajiban memproses kasus ini meskipun tidak ada laporan dari korban atau keluarganya.
"Polisi tidak bisa berdalih menunggu laporan. Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, mereka wajib bertindak. Diam adalah bentuk pengkhianatan terhadap korban," lanjutnya.
Kasus yang tidak ditangani secara hukum tidak hanya melanggar undang-undang, tetapi juga memperparah penderitaan korban dan membuka ruang impunitas bagi pelaku.
Polres Halmahera Selatan, khususnya Polsek Obi, didesak segera menuntaskan kasus ini hingga ke meja hijau. Penegakan hukum bukan hanya soal prosedur, tetapi komitmen moral untuk melindungi anak-anak dari predator seksual.
Hukum tidak boleh tunduk pada negosiasi. Damai untuk pemerkosa adalah bentuk kejahatan baru.
Tim Mandiolinews