Tukar Guling Aset Desa Diduga Ilegal, Warga Sawadai Desak Bupati Bertindak Tegas
Warga menuding Kepala Desa Sawadai melakukan tukar guling aset desa secara sepihak dengan Kepala Desa Akedabo, tanpa mematuhi mekanisme hukum yang berlaku.
Proses tukar guling yang melibatkan aset penting milik desa — yakni Bodi Desa Sawadai — disebut-sebut berlangsung tanpa melalui musyawarah desa maupun persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Warga bahkan mengaku baru mengetahui transaksi tersebut setelah mempertanyakan hilangnya aset yang selama ini menjadi bagian vital kehidupan masyarakat.
“Tukar guling ini jelas cacat prosedur. Tidak ada musyawarah, tidak ada berita acara, dan tidak melibatkan warga. Kalau benar, ini tindakan semena-mena,” tegas Sunardi Senen, Ketua PAC Gerakan Pemuda Marhaenisme (GPM) Kecamatan Bacan Selatan yang juga warga Desa Sawadai.
Sunardi mengungkapkan bahwa meski Pemerintah Desa telah menggelar pertemuan pada Senin malam, 21 Juni 2025, tidak ada kejelasan mengenai dokumen resmi, terutama surat persetujuan dari Bupati Halmahera Selatan yang menjadi syarat sah dalam pemindahtanganan aset desa.
“Tanpa persetujuan tertulis dari Bupati dan BPD, pemindahtanganan ini ilegal. Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 dan Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 menegaskan syarat itu secara eksplisit,” lanjutnya.
Sunardi merujuk Pasal 20 ayat (1) Permendagri No. 1 Tahun 2016 yang menyebut bahwa barang milik desa hanya bisa dipindahtangankan setelah mendapat persetujuan dari BPD dan Bupati.
Sementara Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa tukar-menukar barang milik desa wajib memperoleh persetujuan tertulis dari Bupati/Wali Kota serta persetujuan bersama dengan BPD.
“Ketentuan ini bukan sekadar formalitas, tapi benteng hukum agar tidak ada manipulasi atau penyalahgunaan kekuasaan,” tandasnya.
Menyikapi hal ini, Bung Nadi — sapaan akrab Sunardi — mendesak Bupati Bassam Kasuba untuk turun langsung dan menyelesaikan persoalan ini secara adil dan terbuka.
“Kami minta Bupati tidak tinggal diam. Ini bukan sekadar soal aset, tapi soal keadilan, transparansi, dan penghormatan terhadap hak-hak warga desa.
Kalau dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan desa di Halsel,” pungkasnya.
Tim Mandiolinews