BREAKING NEWS


 

Dari Pesantren ke Peradaban: Santri Menjawab Tantangan Zaman


Oleh : Riswan Wadi, S.Sos.

Alumni Pondok Pesantren Al-Khairaat Bibinoi

Peringatan Hari Santri 22 Oktober 2025 seharusnya tidak berhenti pada nostalgia sejarah perjuangan masa lalu. Ia mesti dibaca sebagai momentum kebangkitan baru kaum santri: kebangkitan yang menuntut kecerdasan emosional, spiritual, dan rasional dalam menghadapi kompleksitas zaman. Santri hari ini tidak cukup hanya saleh di masjid dan cerdas dalam kitab, tetapi juga harus tangguh di ruang publik dan kompeten di era digital yang tanpa batas.

Di tengah dunia yang kian cepat berubah disrupsi teknologi, krisis moral, polarisasi sosial, serta tantangan geopolitik global santri dituntut menjadi agen peradaban, bukan sekadar penonton sejarah. 

Pesantren yang dahulu menjadi benteng moral bangsa, kini harus bertransformasi menjadi pusat inovasi pengetahuan dan karakter. Dari sinilah peran santri menjadi strategis: melahirkan generasi yang mampu memadukan iman dengan ilmu, tradisi dengan inovasi, serta spiritualitas dengan rasionalitas.


Kecerdasan emosional menjadikan santri berjiwa teduh di tengah kerasnya pertarungan sosial,

kecerdasan spiritual menjadikan santri berorientasi pada nilai-nilai ilahiah, bukan pada kepentingan pragmatis

dan kecerdasan rasional menjadikan santri mampu menimbang realitas secara objektif dan ilmiah, tanpa kehilangan nurani.

Tiga kecerdasan inilah fondasi utama untuk melahirkan manusia utuh insan kamil yang menjadi ideal pendidikan pesantren sejak dahulu.

Namun, realitas sosial menunjukkan bahwa bangsa ini masih berjuang keluar dari jebakan krisis moral dan ketimpangan pengetahuan. Di sinilah santri harus tampil. Dengan basis nilai keislaman yang moderat dan nasionalis, santri dapat menjadi jembatan antara agama dan kemajuan, antara tradisi dan sains, antara spiritualitas dan rasionalitas. 

Dalam bahasa Imam al-Ghazali, “Ilmu tanpa amal adalah kesia-siaan, dan amal tanpa ilmu adalah kesesatan.” Maka, santri abad ini mesti bergerak dengan keduanya: ilmu dan amal, dzikir dan pikir, iman dan profesionalitas.

Indonesia Gemilang 2045 tidak akan terwujud hanya dengan pembangunan infrastruktur, tetapi dengan pembangunan manusia manusia yang berkarakter, beretika, dan berilmu. Di sinilah santri menjadi kunci.

 Mereka adalah sumber daya moral bangsa, pembentuk kesadaran kolektif, dan penggerak transformasi sosial yang beradab. Jika kaum santri mampu menempatkan diri sebagai pelopor inovasi etis dan spiritual dalam kemajuan bangsa, maka cita-cita Indonesia Emas bukan sekadar mimpi, tetapi keniscayaan.

Maka dari pesantren, lahirlah peradaban.

Dari santri, tumbuhlah masa depan.

Dan dari iman yang berilmu, akan gemilanglah Indonesia.

Tim redaksi Mandiolinews 

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar