BREAKING NEWS


 

Dosen UNAS Desak Negara Cabut Izin Tambang PT GAG di Raja Ampat: "Ini Kolonialisme Gaya Baru!"


Jakarta, 13 Juni 2025
— Dosen dan Pengamat Politik Lingkungan Universitas Nasional (UNAS), Mochdar Soleman, S.IP., M.Si., mendesak pemerintah untuk segera mencabut izin pertambangan PT GAG Nickel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ia menilai aktivitas tambang di kawasan konservasi tersebut sebagai bentuk nyata kolusi antara negara dan korporasi.


“Ketika dunia memuji Raja Ampat sebagai surga laut, negara justru membuka jalan tambang di jantung kawasan itu. Ini bukan kelalaian, melainkan keputusan sadar yang membahayakan masa depan lingkungan,” ujar Mochdar dalam pernyataan persnya, Jumat (13/6).


Menurutnya, keterlibatan Kementerian Investasi dalam proyek tambang ini menunjukkan bahwa negara tidak lagi bertindak netral, melainkan menjadi pelindung kepentingan korporasi, terutama karena PT GAG merupakan anak usaha dari perusahaan BUMN.


“Empat perusahaan kecil dicabut izinnya, tapi PT GAG tetap dilindungi. Ini bukan pembangunan, ini kolonialisme gaya baru. Negara menindas rakyatnya sendiri demi ekonomi elite,” tegasnya.


Mochdar juga menyoroti pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang pertambangan di pulau kecil. 


Ia menyebut Pulau Gag termasuk dalam kawasan konservasi Geopark Nasional Raja Ampat, yang seharusnya terlindungi secara hukum.


Ia kemudian menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah, di antaranya:

Mencabut izin PT GAG Nickel dan seluruh kegiatan tambang di Raja Ampat.


Mengeluarkan Raja Ampat dari peta industri ekstraktif nasional secara permanen.

Melakukan audit menyeluruh dan transparan atas seluruh proses perizinan tambang.

Menghentikan kooptasi terhadap komunitas adat, dan menjadikan mereka pengambil keputusan utama.


“Presiden Prabowo dan jajarannya harus menjawab satu pertanyaan mendasar: mereka melindungi rakyat atau korporasi negara? Jika berpihak pada rakyat, hentikan tambang di Raja Ampat sekarang juga,” tandasnya.


Di akhir pernyataannya, Mochdar mengajak akademisi dan masyarakat sipil untuk bersatu melawan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh persekutuan antara kekuasaan dan modal.


“Raja Ampat bukan warisan investasi, tapi warisan hidup. Dan warisan itu sedang terancam,” pungkasnya.


Tim Mandiolinews


Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar